DAERAH  

Bolehkah Pembangunan Dana Desa Di Hutan Register

Lampung Utara||Tidak banyak yang paham tentang pemanfaatan hutan dan lahan milik negara,seperti daerah Lampung Utara yang termasuk banyak hutang register dapat di gali menjadi potensi ekonomi produktif.

Berkaitan dengan pembangunan dana desa di daerah kawasan hutan milik negara yang seyogyanya untuk pertumbuhan ekonomi produktif dan pemulihan ekonomi nasional secara kreatif tentunya tidak akan adanya kesalahan,selagi memiliki dampak azaz dan manfaat untuk warga.

Seperti kabar tersiar Kades Tanjung Baru Kecamatan Bukit Kemuning Kabupaten Lampung Utara,membangun infrastruktur dalam sistem pertahanan pangan dan hewani yang masuk ke tanah register, yang kini mulai menjadi sorotan publik.

Berkenaan dengan hal tersebut simak baik – baik dalam penulisan ini yang dikutip dari Tempo.com bahwa program perhutanan sosial sebenarnya ditujukan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, berdasarkan hasil Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gajah Mada pada tahun 2016.

Di perkirakan +- 48,8 juta jiwa penduduk Indonesia bertempat tinggal di kawasan hutan dan 10,2 juta jiwa di antaranya (21,1 persen) dan masuk klasifikasi penduduk miskin.

Namun sampai saat ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang baru sebatas memberikan perizinan perhutanan sosial.

Masih banyak kelompok selaku penerima izin yang belum mendapat perhatian serius dari pemerintah melalui berbagai program pemberdayaan ekonomi produktif.

BACA JUGA:  Periode Maret 2023,PAD Retribusi Diskominfo Lampura Telah Mencapai 60 Persen

Dalam konteks integrasi di dalam program perhutanan sosial dengan pembangunan desa,masih banyak penerima izin belum mendapatkan pengakuan dan dilibatkan dalam perencanaan pembangunan desa.

Salah satu penyebabnya pemerintah desa tidak memasukkan wilayah kawasan hutan negara dalam perencanaan desa.

Pemerintah desa yang beranggapan areal kawasan hutan negara bukan areal yang masuk ranah kewenangan pemerintah desa, meskipun secara de facto termasuk wilayah administratif desa.

Fakta sebenarnya bahwa pemerintah telah menyetujui dan telah membentuk satu Tim Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial di bawah kendali dan pembinaan oleh Menteri Koordinator Perekonomian.

Tim itu merupakan atas Kelompok Kerja Pelepasan Kawasan Hutan dan Perhutanan Sosial diketuai Menteri Kehutanan selaku Kelompok Kerja Legalisasi & Redistribusi Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) yang diketuai Menteri Agraria, serta Kelompok Kerja Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat yang diketuai Menteri Desa.

Namun sampai saat ini belum ada bukti nyata pemberdayaan masyarakat pengelola perhutanan sosial yang dilakukan oleh Kementerian Desa. Beberapa kelompok yang dianggap berhasil umumnya berkat hasil kerja keras, inovasi, dan kreativitas mereka dengan pengawalan lembaga swadaya masyarakat, bukan hasil pemberdayaan Kementerian Kehutanan dan Kementerian Desa.

Pemberdayaan itu sebenarnya dapat dilakukan dengan dana desa. Sejak digulirkan pada 2015, dana desa terus mengalami peningkatan. Jika pada 2015 jumlahnya hanya Rp 20,67 triliun atau Rp 280,3 juta per desa, pada 2017 dan 2018 menjadi Rp 60 triliun atau Rp 800,4 juta per desa. Tahun ini dananya meningkat lagi menjadi Rp 70 triliun.

BACA JUGA:  Kades Cahaya Mas Sungkai Barat Realisasikan DD-20% Ke Bidang Infrastruktur

Namun, hingga kini, dana desa lebih banyak digunakan untuk pembangunan infrastruktur, seperti jalan, embung, dan pengairan, sedangkan dana untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat masih kurang mendapat perhatian. Karena itu, tahun ini, Presiden Joko Widodo menegaskan alokasi dana desa tidak lagi digunakan hanya untuk pembangunan infrastruktur desa, tapi dapat digunakan untuk menunjang program inovasi desa dan pengembangan sumber daya manusia.

Dalam upaya mengintegrasikan perhutanan sosial dengan pembangunan desa, dana desa seharusnya dialokasikan dengan memperhatikan prioritas penggunaan sesuai dengan regulasi. Dalam ketentuan Pasal 21 ayat 1 dan 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.7/2016 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa dijelaskan bahwa “penggunaan dana desa diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat”.

Kementerian Desa kemudian menerbitkan peraturan Menteri Desa yang mengurai lebih rinci prioritas pemanfaatan itu. Sebagai contoh, dalam Peraturan Menteri Desa Nomor 16 Tahun 2018, secara spesifik disebutkan bahwa dana desa dapat digunakan untuk kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat penerima izin perhutanan sosial.

Prioritas kegiatan yang dapat dibiayai dari dana desa itu, antara lain a) Pengelolaan produksi usaha pertanian untuk ketahanan pangan dan usaha pertanian yang difokuskan pada pembentukan dan pengembangan produk unggulan desa atau produk unggulan kawasan pedesaan, seperti pengelolaan usaha hutan desa; b) Pengembangan usaha badan milik desa yang difokuskan pada pembentukan dan pengembangan produk unggulan desa atau produk unggulan kawasan pedesaan, seperti pengelolaan hutan desa.

BACA JUGA:  Program DD 20% Desa Bumi Ratu Disinyalir Mangkrak : Kades Tepis Karena Cuaca

Namun di daerah penggunaan dana desa untuk pemberdayaan ekonomi program perhutanan sosial masih kerap mengalami kendala teknis.

Misalnya, keterbatasan pemahaman pemerintah desa tentang pengalokasian pendanaan perhutanan sosial.

Solusinya, memberikan kepastian hukum bahwa perhutanan sosial menjadi salah satu prioritas pemberdayaan masyarakat yang dapat dibiayai dana desa.

Selain itu, pemangku kebijakan di daerah, khususnya bupati / wali kota, menerbitkan rambu-rambu dan payung hukum dalam bentuk peraturan bupati /wali kota atau aturan sejenis sebagai pijakan kepala desa dalam mengalokasikan sebagian dana desa untuk pemberdayaan ekonomi di area perhutanan sosial.(*/Red)

× Chat Redaksi