Lampung Utara – Dikutif dari situs resmi Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) yang menghimbau. Ketua RT diharamkan untuk ikut terlibat kampanye partai politik.
Apalagi sampai mendominasi hanya salah satu partai politik atau calon legislatif, baik Itu caleg DPR RI atau DPR Provinsi maupun DPRD Kabupaten.
Ada pengecualian di dalam keterlibatan RT berpolitik , ketua RT harus melepaskan diri dari jabatannya, sebagai ketua RT di daerah tersebut , tidak ada jabatan melekat dalam lembaga kemasyarakatan.
Penegasan di haramkan Ketua RT terlibat dalam politik praktis telah diatur di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor : 5 tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan.
Pada pasal 20 ayat 2 , di sebutkan bahwa Pengurus Lembaga Kemasyarakatan tidak boleh merangkap jabatan jadi pengurus di lembaga kemasyarakatan lain dan bukan pula merupakan anggota salah satu partai politik.
Adapun yang masuk di dalam pengurus lembaga kemasyarakatan antaranya Ketua, Sekretaris, Bendahara, dan Bidang-bidang sesuai kebutuhan. Sementara lembaga kemasyarakatan yang dimaksud antara lain RT, RW, LPM, PKK, dan Karang Taruna.
Himbauan Bawaslu ( Badan Pengawasan Pemilu) ini ditujukan kepada seluruh Ketua RT se Indonesia agar dapat di taati dan di jalankan sebagaimana mestinya.
Masih di kutip dari pernyataan Bawaslu di dalam situs resmi Bawaslu.
Larangan RT/RW ikut kampanye, sebutnya, ada dalam Peraturan Bawaslu Nomor 28 Tahun 2018 Pasal 6 Ayat (2) huruf j.
Pasal 6 Ayat 2 Peraturan Bawaslu Nomor 28 Tahun 2018 menyebutkan bahwa Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten / Kota memastikan pelaksana dan /atau tim tidak melibatkan:
a. Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung (MA), dan hakim pada semua badan peradilan di bawah MA dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;
b. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
c. Gubernur, deputi gubernur senior dan deputi gubernur Bank Indonesia;
d. Direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan BUMN, BUMD, Bumdes, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara;
e. Pejabat negara bukan anggota parpol yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural;
f. Pegawai negeri sipil, pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja, dan pegawai honorer;
g. Anggota TNI dan Polri
h. Kepala desa/lurah atau sebutan lain;
i. Perangkat desa/kelurahan atau sebutan lain;
j. Rukun tetangga dan rukun warga atau sebutan lain:
k. Anggota badan pemusyawaratan desa; dan
l. Warga negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.
Dalam ayat 4 pasal itu disebutkan bahwa pelanggaran atas aturan di dalam Pasal 6 Ayat 1 merupakan tindak pidana pemilu.
Pelanggaran terhadap larangan ketentuan pada ayat (1) huruf c, huruf f, huruf g, huruf i,dan huruf j, dan ayat (2) merupakan tindak pidana Pemilu.
Berdasarkan Pasal 280 Ayat (2) Undang- Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, setiap pidana pemilu ada ancaman pidana
, yakni hukuman 1 atau 2 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 12 juta hingga Rp 24 juta (**).