LAMPUNG || Sidang perkara praperadilan 4 ( empat ) orang karyawan PT JOB Oetama Blamabangan selaku pemohon di lanjutkan Majelis Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Tanjung Karang Uni Latriani,S.H.M.H., pada agenda mendengar keterangan saksi-saksi kedua belah pihak dan agenda pembuktian.
Sidang praperadilan tersebut, yang di gelar Majelis Hakim Tunggal PN Tanjung Karang di mulai pukul 9.30 WIB lebih dan kurang 3 jam sidang digelar Majelis Hakim, berjalan tertib aman dan kondusif, Rabu 26/2/2025.
Di sidang dengan agenda pembuktian yang di hadiri oleh saksi Misi Yanti selaku saksi dari pihak pemohon, tidak kuasa menahan tangis di saat menerangkan / menceritakan indikasi penganiayaan yang di alami suami nya yang di lakukan oknum Polda Lampung dan oknum Polres Lampung Utara, didalam peristiwa penangkapan suaminya, di tuduh melakukan pembuatan pemerasan di POS Monitoring PT JOB, tepat pada tanggal 18 – Desember 2024.
Menurut Misi suaminya selaku pemohon di perkara Prapid ini ia menyampaikan kepada hakim tunggal Uni Latriani yang memimpin sidang praperadilan tersebut meminta agar dapat memberikan keadilan kepada suami nya, yang seadil-adilnya.
“Karena suaminya sudah di perlakukan bak seperti penjahat besar. Suaminya di aniaya di pukuli, matanya ditutup dengan lakban.
“Iya dipaksa untuk mengakui perbuatannya dan dipaksa menandatangani berita acara pemeriksaan (BAP) dan isinya tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.
Sehingga suaminya mengalami luka lebam bagian wajah dan luka baret bekas pukulan benda tumpul di punggungnya, lalu tangan hilang rasa dan memar karena pada saat di periksa tangannya masih di borgol di injak penyidik, sampai terhimpit di lantai.
Misi yanti memohon kepada hakim tunggal Uni Latriani, agar suaminya segera dapat di bebaskan dan dipulihkan nama baiknya.
Karena suaminya tidak bersalah dan ia-red bukan penjahat suami saya adalah seorang pekerja yang saat itu, sedang menjalankan tugasnya, sebagai admin di PT.JOB dan itu menurutnya itu adalah pekerjaan yang halal dan legal, sehingga tidak ada kesalahannya yang dilakukan suaminya,” tutur saksi Misi dengan linangan air mata.
Sementara saksi lainnya yang bernama Adi Saputra menerangkan bahwa ia tidak tahu menahu tentang kejadian adanya peristiwa penangkapan yang terjadi di PT.JOB.
“Karena ia diperiksa di Polda Lampung oleh penyidik, terkait dengan peristiwa kejadian penangkapan yang terjadi di rumah makan Obara.
Namun untuk BAP terkait dengan peristiwa di PT.JOB dia, hanya disodorkan lembaran kertas berupa BAP untuk ditandatangani.
“Dia diminta dan dibujuk oleh si Roni Anwar dan penyidik agar ia mau menandatangani berkas-berkas tersebut.
Karena Adi Saputra merasa percaya kepada Roni Anwar, maka pada berkas berita acara pemeriksaan saya tandatangani dan tanpa mengetahui apa isinya ,” beber Adi Saputra.
Saat pihak tomohon menanyakan apakah? benar dia telah membuat surat pernyataan damai dan mencabut isi BAP tersebut.Adi Saputra menjelaskan!
“Benar saya sendiri yang menandatangani surat perjanjian damai, jawab Adi Saputra.
Adi Saputra saksi-red juga membeberkan di persidangan bahwasannya pada tanggal 18 Desember 2024. Sebelum terjadi peristiwa penangkapan dirinya diberi uang senilai Rp 500.000, oleh Roni Anwar selaku pelapor.
Saat di tanyakan Adi Saputra uang tersebut dari mana, Roni Anwar mengatakan titipan dari Kasat, untuknya , tutur si Roni dengan saya , ” terang Adi Saputra saksi pemohon sekaligus saksi pelapor.
Sedangkan saksi lain” dari pihak pemohon yang bernama Yulizar menerangkan bahwa peristiwa kejadian penangkapan tersebut di tanggal 18 Desember 2024 sekira pukul 23. 30 WIB.
Bukan tanggal 19 Desember 2024 pukul 00. 10. WIB. Sebagaimana laporan polisi yang dibuat oleh pelapor Nur Wahid.
Karena pada saat itu dia sudah hadir untuk bersiap-siap melakukan Hand over pekerja seperti biasanya pada saat dilakukan Hand
over pekerja akan dilakukan briefing dahulu oleh pihak manajemen PT JOB, tepat pada waktu 24.00 WIB peristiwa itu sudah terjadi dan saya pun tidak melanjutkan pekerjaan,” ungkap Yulizar di hadapan Majelis Hakim.
Lanjut Saksi Yulizar ” menerangkan pelapor Nur Wahid tidak pernah turun dari mobil, karena saya menyaksikan langsung dengan jarak lebih kurang 5 meter dan saya saat itu berada di kantin sebelah Pos Pantau ,” tutur saksi ,- (Red).