LAMPUNG||Pasca putusan musyawarah antara petani singkong dan para pengusaha yang difasilitasi oleh Mentri Pertanian RI Pada 31 Januari 2025 lalu, HMI Kalianda menilai belum sepenuhnya terealisasi dilapangan, hal tersebut dibuktikan setelah pemberlakuan putusan harga singkong minimal Rp.1.350.00 Per Kg dengan potongan rapaksi 15% masih ada pabrik-pabrik singkong yang belum beroperasi, hal tersebut sepertinya tidak terpenuhinya kesepakatan dari para pengusaha singkong dilampung, kondisi ini tentu berpotensi menjadi gesekan dan konflik horizontal antara petani dan buruh pabrik, petani tak bisa jual singkong dan buruh singkong tak dapat bekerja disebabkan belum dibuka nya pabrik-pabrik. Akhirnya terjadilah saling salah menyalahkan antara buruh dan petani.
Kesejahteraan buruh bergantung dari hasil kerja nya apalagi buruh harian lepas, Karna jika sehari saja mereka tidak bekerja hilang pula pendapatan mereka. Hampir kurang lebih 2 bulan gejolak harga singkong menjadi polemik sehingga pabrik-pabrik singkong melakukan penutupan secara massal, hal itu mengakibatkan selama penutupan operasi pabrik para buruh harian lepas tidak dapat memperoleh penghasilan, sebab buruh pekerja pabrik, buruh pencabut singkong, sopir pengangkut singkong, dan lainnya bergantung pada aktivitas operasi pabrik.
Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam Pasal 27 ayat 2 disebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Undang-undang tersebut menjadi dasar bahwa negara harus hadir melindungi para buruh pekerja yang terdampak dari tidak beroperasi nya pabrik-pabrik singkong dilampung.
Pada dasarnya setiap tenaga kerja harian tidak ada yang menghendaki
adanya kejadian seperti situasi demikian. Hal tersebut merupakan kejadian yang wajar dan bersifat universal bagi para buruh pekerja mengalami situasi deadlock atau benturan antara petani dan perusahaan seperti saat ini.
Karnanya diperlukan intervensi pemerintah untuk hadir dan memberikan solusi kebijakan terukur kepada semua pihak, dan perlindungan akan nasib buruh harus menjadi prioritas utama dalam kondisi seperti sekarang,
Hal tersebut tertuang dalam pembukaan
menimbang (poin a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang berbunyi: “Bahwa setiap tenaga berhak mendapatkan perlindungan keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan dan
meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional”.
Dalam hal putusan Mentri soal harga singkong yang hingga hari ini belum terimplementasi dilapangan, mentan perlu percepat dapatkan solusi, jika memang perusahaan tak mampu penuhi permintaan harga petani singkong karena tekanan harga pasar maka pemerintah harus lakukan kebijakan subsidi, hal tersebut dapat dipertimbangkan melalui UU Nomor 19 tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani,(**)