Lampung – Pemerintah Provinsi Lampung di duga mengkebiri lajunya pada percepatan pembangunan daerah 15 Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung.
Pasalnya dana bagi hasil (DBH) 1,08 triliun pada tahun anggaran 2023 sampai saat ini masih tertahan dan belum terbayarkan oleh pihak Pemprov Lampung ke 15 Kabupaten/ Kota.
Hal tersebut di ungkapkan ” Auditor Utama Keuangan Negara (Tortama KN) V BPK RI Selamet Kurniawan di dalam rapat DPRD Lampung.
Rapat tersebut dalam rangka penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan ( LHP ) BPK Perwakilan Provinsi Lampung”berdasarkan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran 2023, Rabu 8 Mei 2024 tiga hari yang lalu.
Slamet Kurniawan membongkar persoalan dana bagi hasil (DBH) langsung di hadapan Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, Ketua DPRD dan Anggota, beserta seluruh jajaran Eselon II dan III di Lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung.
Slamet menyebutkan Pemerintah Provinsi Lampung masih memiliki hutang DBH pada tahun 2023 yang belum dibayarkan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dengan jumlah 1,08 triliun.
“Jumlah ini meningkat yang signifikan dari tahun sebelumnya hanya Rp 695,56 miliar,” ungkapnya.
Selanjutnya, Pemprov Lampung juga tidak menganggarkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara rasional dalam pengendalian belanja tidak sesuai dengan skala prioritas.
Sehingga Pemprov Lampung tidak mampu membayar DBH, cenderung meningkatkan hutang belanja dari Rp93,78 miliar menjadi Rp362 miliar,” sebutnya.
Menurut Slamet, Pemprov Lampung perlu melakukan manajemen keuangan secara memadai, agar dapat menyalurkan dana bagi hasil kepada pemerintah Kabupaten /Kota, tepat waktu dan mengurangi hutang belanja saat ini.
Prestasi Opini Wajar Tampa Pengecualian (WTP) ke 10 (sepuluh) kali secara berturut – turut seharusnya dapat menjadi motivasi bagi pemerintah daerah Provinsi Lampung, di dalam meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah ,” ucapnya.
Dia juga mengatakan, BPK telah melakukan identifikasi terhadap beberapa area yang memerlukan perhatian lebih lanjut.
Pertama, penganggaran pendapatan tidak memadai dan tidak berdasarkan perkiraan yang terukur secara rasional dan dapat dicapai karena tidak melihat potensi dari realisasi tahun sebelumnya. Akibatnya, pada pelaksanaan belanja Pemprov tidak didukung ketersediaan dana yang cukup.
Kedua, 60 paket pekerjaan infrastruktur yang kekurangan volume sebesar Rp3,29 miliar, tidak sesuai spesifikasi sebesar Rp823 juta dan belum dikenakan denda atas tiga paket pekerjaan yang terlambat sebesar Rp32,4 juta.
Ketiga, Pemprov terlambat menyalurkan dana bagi hasil pajak rokok triwulan 4 tahun 2023 sebesar Rp80,05 miliar serta dana bagi hasil pajak daerah triwulan 2, 3 dan PBBKB untuk triwulan 1 tahun 2023 sebesar Rp702 miliar.
“Oleh karena itu BPK merekomendasikan kepada Gubernur Lampung agar mengelola keuangan daerah dapat sesuai ketentuan, menghindari defisit keuangan. Kemudian, menyalurkan DBH tahun 2024 pada pihak Pemerintah Kabupaten / Kota yang sesuai dengan ketentuan.
Lebih lanjut Slamet Kurniawan memberikan perintah pertama memerintahkan kepada Sekretaris Daerah selaku TAPD (Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah) untuk dapat mengevaluasi APBD. Mempertimbangkan potensi daerah serta perhitungan rasional dan penetapan anggaran pendapatan asli daerah serta merencanakan belanja daerah sesuai kemampuan dan ketersediaan dana daerah.
Lalu ke dua memerintahkan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) selaku bendahara umum daerah menyalurkan pembayaran DBH anggaran tahun 2023 sebesar Rp1,08 triliun kepada 15 pemerintah Kabupaten / Kota di provinsi Lampung.
“Menginstruksikan kepada Kepala Bidang perbendaharaan kuasa benda daerah agar supaya cermat dalam melakukan pencairan belanja dengan memperhatikan seluruhnya penggunaan dana sesuai peruntukannya.
Ke tiga memerintahkan Kepala Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi, Kepala Dinas
Pengembangan Sumber Daya Air, Kepala Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Cipta Karya. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Kepala Dinas Perkebunan, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah segera memproses kelebihan pembayaran sebesar Rp4,11 miliar dan kekurangan penerimaan dari denda keterlambatan sebesar Rp32,44 juta kepada pihak-pihak yang terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan dan menyetorkannya ke kas daerah, pinta Slamet Kurniawan di dalam kesempatan tersebut, (**/Red).